Minggu, 28 Desember 2008

WONOSOBO



WONOSOBO 
KOTA DINGIN YANG NYAMAN


WONOSOBO JAWA TENGAH

ASRI merupakan moto wonosobo.
wonosobo merupakan kota indah yang berudara sejuk ramah lingkungan. terutama pegununganya. di wonosobo membentang GUNUNG SINDORO, GUNUNG SUMBING.PEGUNUNGAN DIENG dan masih banyak lagi.

Kita ulas molai sindoro oce???
GUNUNG SINDORO


Cuakep ga brow
ne pren salah satu keindahan wonosobo. keren ga?
di samping yang namanye sindoro mount.







nah yang di bawah ne GUNUNG SUMBING.


nah cuakep ga? yg pasti dasyat man.


















Jika bicara Wonosobo tentu tidak lupa dengan yang namanya DIENG. Dieng merupakan pegunungan yang perlu di perhitungkan keindahanya. kita kapat menemukan berbagai keindahaan alam pegunungan mulai dari kawah. danau. air terjun candi dan cagar budaya yang lainya.
















Ne sebagian kecil dari dieng gokil kn ne baru di areal taman candi. tapi kalau mau menjelajah dieng tidak cukup cuma sehari.

Jumat, 26 Desember 2008

from DIENG to MAHAMERU


MAHAMERU

Kedamaian hati adalah kedamaian sejati
  Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi hadiah yang melimpah kepada siapa saja yang bisa melukis  tentang kedamaian. Ada banyak seniman dan pelukis berusaha keras  untuk memenagkan lomba tersebut. Sang Raja berkeliling  melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang  benar-benar paling disukainya. Tapi, sang Raja harus memilih satu  diantara keduanya.  Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang.  Permukaan telaga yang itu bagaikan cermin sempurna yang  mematulkan kedamaian gunung- gunung yang tenang menjulang mengitarinya. Di atasnya terpampang  langit biru dengan awan putih berarak- arak. Semua yang mandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan terbaik mengenai kedamaian.  Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun tampak kasar dan gundul. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan  turunnya hujan badai, sedangkan tampak kilat menyambar-nyambar  liar. Disisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih, sama  sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian. Tapi, sang  raja melihat sesuatu yang menarik, Di balik air terjun itu tumbuh  semak-semak kecil diatas sela-sela batu. Didalam semak-semak itu  seekor induk burung pipit meletakkan sarangnya.  Jadi,ditengah-tengah riuh rendahnya air terjun, seekor induk  Pipit sedang mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai.  Lukisan manakah yang memenangkan lomba? Sang Raja memilih lukisan nomor dua.  Tahukah Anda mengapa? karena jawab sang Raja, "Kedamaian bukan berarti Anda harus berada di tempat yang tanpa  keributan, kesulitan atau pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan damai, meski Anda berada di  tengah-tengah keributan luar biasa."  "Kedamaian hati adalah kedamaian sejati."  

Kamis, 25 Desember 2008

RINJANI




Kisah Dewi Rinjani 

(Dewi Anjani) / napak sejarah Gunung Rinjani

gunung rinjani

Pada satu masa di dekat negri Alengka (tempat para raksasa), tersebutlah sebuah pertapaan yang disebut dengan Gunung Sukendra. Pertapaan itu dihuni oleh Resi Gotama dan keluarganya. Resi Gotama adalah keturunan Bathara Ismaya, putra Prabu Heriya dari Mahespati. Resi Gotama memiliki seorang kakak bernama Prabu
Kartawirya yang kelak akan menurunkan Prabu Arjunasasrabahu. Atas jasa-jasa dan baktinya

 kepada para dewa, Resi Gotama dianugrahi seorang bidadari kahyangan bernama Dewi Windradi. Dari hasil perkawinannya mereka dikaruniai tiga orang anak Dewi Anjani, Guwarsa (Subali) dan GuwaResi (Sugriwa).

Tahun berganti tahun, Dewi Windradi yang selalu dalam kesepian karena bersuamikan seorang brahmana tua, akhirnya tergoda oleh panah asmara Bhatara Surya (dewa Matahari). Terjadi saat sang dewi sering berjemur telanjang mandi sinar matahari di pagi hari. Terjalinlah hubungan asmara secara rahasia sedemikian rapih sehingga sampai bertahun-tahun tidak diketahui oleh Resi Gotama, maupun oleh ketiga putranya yang sudah menginjak dewasa. Akibat suatu kesalahan kecil yang dilakukan oleh Dewi Anjani, jalinan kasih yang sudah
berlangsung cukup lama itu, akhirnya terbongkar dan membawa akibat yang sangat
buruk bagi keluarga Resi Gotama.


Karena rasa cintanya yang begitu besar pada Dewi Anjani, Dewi Windradi mengabaikan pesan Bhatara Surya, memberikan pusaka kedewataan Cupumanik Astagina kepada Anjani. Padahal ketika memberikan Cupumanik Astagina kepada Dewi Windradi, Bhatara Surya telah berwanti-wanti untuk jangan sekah-kali benda kedewatan itu ditunjukkan apalagi diberikan orang lain, walau itu putranya sendiri. Kalau pesan itu sampai terlanggar, sesuatu kejadian yang tak diharapkan akan terjadi.

Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut ketentuan dewata tidak boleh dillhat atau dimiliki oleh manusia lumrah. Larangan ini disebabkan karena Cupumanik Astagina disamping memiliki khasiat kesaktian yang luar biasa, juga didalamnya mengandung rahasia kehidupan alam nyata dan alam kesuragaan. Dengan membuka Cupumanik Astagina, melalui mangkoknya kita akan dapat melihat dengan nyata dan jelas gambaran surga yang serba polos, suci dan penuh kenikmatan.

Sedangkan dari tutupnya akan dapat dilihat dengan jelas seluruh kehidupan semua makluk yang ada di jagad raya. Sedangkan khasiat kesaktian yang dimiliki Cupumanik Astagina ialah dapat memenuhi semua apa yang diminta dan menjadi keinginan pemiliknya.

[Bagi masyarakat hindu, cupu ini merupakan suatu wadah berbentuk bundar berukuran kecil terbuat dari kayu atau logam. Manik=permata, melambangkan sesuatu yang indah. Asthagina=delapan macarn sifat yang harus dimiliki oleh seorang brahmana:

1. daya sarwa buthesu (belas kasih kepada sekalian makluk),

2. ksatim (suka memaafkan, sabar),

3. anasunyah ( tidak kecewa atau menyesal),

4. saucam (suci lahir batin),

5. anayasah (tidak mengeluarkan tenaga berlebih-lebihan. Jawa; nyengka, ngaya),

6. manggalam (beritikad baik),

7. akarpanyah (tidak merasa miskin baik dalam hal batiniah maupun lahiriah, begitu
pula dalam hal budi),

8. asprebah (tidak berkeinginan atau bahwa nafsu duniawi)].

Namun dorongan rasa cinta terhadap putri tunggaInya telah melupakan pesan Bhatara Surya. Dewi Windradi memberikan Cupumanik Astagina kepada Anjani, disertai pesan agar tidak menunjukkan benda tersebut baik kepada ayahnya maupun kepada kedua adiknya.

Suatu kesalahan dilakukan oleh Anjani. Suatu hari ketika ia akan mencoba kesaktian Cupumanik Astagina, kedua adiknya, Guwarsa dan Guwarsi melihatnya. Terjadilah keributan diantara mereka, saling berebut Cupumanik Astagina. Anjani menangis melapor pada ibunya, sementara Guwarsa dan Guwarsi mengadu pada ayahnya. Bahkan secara emosi Guwarsa dan Guwarsi menuduh ayahnya, Resi Gotama telah berbuat tidak adil dengan menganak emaskan Anjani. Suatu tindakan yang menyimpang dari sifat seorang resi.

Tuduhan kedua putranya membuat hati Resi Gotama sedih dan prihatin, sebab ia merasa tidak pernah berbuat seperti itu. Segera ia memerintahkan Jembawan, pembantu setianya untuk memanggil Dewi Anjani dan Dewi Windradi. Karena rasa takut dan hormat kepada ayahnya, Dewi Anjani menyerahkan Cupumanik Astagina kepada ayahnya. Anjani berterus terang, bahwaa benda itu pemberian dari ibunya.

Sementara Dewi Windradi bersikap diam membisu tidak berani berterus terang dari mana ia mendapatkan benda kadewatan tersebut. Dewi Windradi seperti dihadapkan pada buah simalakama. Berterus terang, akan memebongkar hubungan gelapnya dengan Bhatara Surya. Bersikap diam, sama saja artinya dengan tidak menghormati suaminya.

Sikap membisu Dewi Windradi membuat Resi Gotama marah, dan mengutuknya menjadi patung batu, yang dengan kesaktiannya, dilemparkannya melayang, dan jatuh di taman Argasoka kerajaan Alengka disertai kutukan, kelak akan memjelma kembali menjadi manusia setelah dihantamkan ke kepala raksasa.

Demi keadilan, Resi Gotama melemparkan Cupumanik Astagina ke udara. Siapapun yang menemukan benda tersebut, dialah pemiliknya. Karena dorongan nafsu, Dewi Anjani, GuwaResi Guwarsa dan Jembawan segera mengejar benda kadewatan tersebut. Tetapi Cupumanik Astagina seolah-olah mempunyal sayap. Sebentar saja telah melintas dibalik bukit. Cupu tersebut terbelah menjadi dua bagian, jatuh ke tanah dan berubah wujud menjadi telaga. Bagian Cupu jatuh di negara Ayodya menjadi Telaga Nirmala, sedangkan tutupnya jatuh di tengah hutan menjadi telaga Sumala.

[Mitos yg hidup di kalangan masyarakat Dieng menyebutkan bahwa Telaga Merdada, yang letaknya 3,5 kilometer dari Desa Dieng, dianggap sebagai penjelmaan dari Cupu Manik Astagina. Di dekat Telaga Pengilon atau Telaga Cermin (konon cerita, bisa dipakai untuk kaca cermin) terdapat Goa Semar. Masyarakat setempat mempercayainya sebagai bekas tempat semedi Bodronoyo atau Semar. Goa batu ini mempunyai panjang sekitar lima meter dan dikeramatkan oleh masyarakat Dieng].

Anjani, Guwarsi, Guwarsa dan Jembawan yang mengira cupu jatuh kedalam telaga, langsung saja mendekati telaga dan meloncat masuk kedalamnya. Suatu malapetaka terjadi, Guwarsa, Guwarsi dan Jembawan masing-masing berubah wujud menjadi seekor manusia kera. Melihat ada seekor kera dihadapannya, Guwarsa menyerang kera itu karena menganggap kera itu menghalang-halangi perjalanannya.

Pertarungan tak pelak terjadi diantara mereka. Pertempuran seru dua saudara yang sudah menjadi kera itu berlangsung seimbang. Keduanya saling cakar, saling pukul untuk mengalahkan satu dengan lainnya. Sementara Jembawan yang memandang dari kejauhan tampak heran melihat dua kera yang bertengkar namun segala tingkah laku dan pengucapannya sama persis seperti junjungannya Guwarsa dan Guwarsi. Dengan hati-hati Jembawan mendekat dan menyapa mereka. Merasa namanya dipanggil mereka berhenti bertengkar. Barulah mereka sadar bahwa ketiganya telah berubah wujud menjadi seekor kera. Dan merekapun saling berpelukan! menangisi kejadian yang menimpa diri mereka.

Adapun Dewi Anjani yang berlari-lari datang menyusul, karena merasa kepanasan, sesampainya di tepi telaga lalu merendamkan kakinya serta membasuh mukanya, dan… wajah, tangan dan kakinya berubah ujud menjadi wajah, tangan dan kaki kera. Setelah masing-masing mengetahui adanya kutukan dahsyat yang menimpa mereka, dengan sedih dan ratap tangis penyesalan, mereka kembali ke pertapaan.

Resi Gotama yang waskita dengan tenang menerima kedatangan ketiga putranya yang telah berubah wujud menjadi kera. Setelah memberi nasehat seperlunya, Resi Gotama menyuruh ketiga putranya untuk pergi bertapa sebagai cara penebusan dosa dan memperoleh anugerah Dewata.

Subali ‘tapangalong’ bergantungan di atas pepohonan seperti kalong (kelelawar besar) layaknya. Sugriwa ‘tapa ngidang’ mengembara dalam hutan seperti kijang, sedang Anjani ‘tapa ngodhok’ berendam di air seperti katak ulahnya di tepi telaga Madirda. la tidak makan kalau tidak ada dedaunan atau apapun yang dapat dimakan yang melayang jatuh di pangkuannya, dan untuk melepas rasa haus ia membasahi mulutnya dengan air embun.

Beberapa tahun berialu, syahdan Batara Guru pada suatu waktu melanglang buana dengan naik lembu Andininya. Ketika melewati telaga Madirda dilihatnya Anjani bertapa berbadan kurus kering, timbul rasa belas kasihannya, maka dipetiknya dedaunan sinom (daun muda pohon asam), dilemparkan ke arah telaga dan jatuh di pangkuan Anjani. Anjanipun memakannya, dan … iapun menjadi hamil karenanya.

Setelah tiba saatnya, bayi yang dikandungnya lahir dalam ujud kera berwarna putih sekujur badannya. Bayi itu kemudian diberi nama Hanoman, mengacu kepada daun sinom pemberian Batara Guru yang menyebabkan kehamilan Anjani. Dengan demikian dituturkan bahwa Hanoman adalah putra Batara Guru dan Dewi Anjani.

……………………………………………………

Hingga saat ini belum ada teman-teman di Lombok dapat menceritakan mengapa Gunung

Rinjani ada di Lombok….. hanya mereka bercerita kadang para pendaki saat mencapai caldera dalam keadaan capai suka mendapatkan penampakan dari Dewi Rinjani yang cantik dengan sebagian tangannya dan mukanya berbulu mirip kera…. katanya… Jika ada yg tahu kisahnya tolong dilengkapi untuk melengkapi cerita dari gunung yang tercantik ini…

Konon dalam kisah kerajaan Majapahit, Damar Wulan dapat mengalahkan Menak Jinggo setelah dia bertapa di Gunung Rinjani. Menak Jinggo menuntut ilmunya di Gunung Slamet. Semakin tinggi tempatnya, maka semakin besar kekuatan super natural yang akan diperoleh….. ala hualam…. hanya Tuhan yg tahu…. Tapi kalau lihat sejarah agama, kitab-kitab itu memang diturunkan di alam bebas seperti puncak gunung dan didalam gua…